08 April 2009

Partai Ngibul, Rakyat Tersungkur

Pemilu menjanjikan perbaikan pada negeri ini. Trilyunan rupiah dikeluarkan. Rakyat dipestakan. Tapi kesejahteraan tak kunjung datang.

ImageSeorang calon anggota legislatif DPR RI menjanjikan uang Rp 1 milyar kepada sebuah pesantren di daerah Sukabumi Jawa Barat bila terpilih. Ini tentu janji yang menggiurkan di saat situasi sulit seperti sekarang. Pertanyaannya, darimana uang itu akan didapat-kan? Kalau gaji seorang anggota DPR yang bergaji sekitar Rp 40 juta/bulan atau Rp 2,4 milyar per lima tahun diberikan begitu saja setengahnya, mana mungkin? Inikah bualan caleg dalam mengobral janji?

Pemilu kali ini memang ketat. Para caleg tidak hanya bersaing dengan caleg dari partai lain. Mereka harus bersaing dengan teman separtainya. Persaingan yang kian sengit ini membuat mereka mengeluarkan seluruh jurus termasuk jurus mabuk sekalipun. Janji-janji diobral baik melalui poster, spanduk, stiker, baliho, dan sebagainya. Kondisinya mirip menjelang pemilu tahun-tahun sebelumnya.

Bagaimana rakyat meng-hadapi pesta lima tahunan ini? Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) mengadakan survei ten-tang efektivitas sosialisasi pemilu. Dari 720 orang yang diwawancarai, 25 persen meng-aku tidak tahu kapan pemilu akan dilaksanakan. Survei dilaku-kan sejak tanggal 5-18 Februari 2009 di Jabodetabek. Dengan waktu yang tinggal 50 hari lagi, responden yang mengetahui secara pasti waktu pelaksanaan pemilu, dengan menyebut secara tepat tanggal 9 April 2009, tidak mencapai angka 25 persen.

Dalam siaran persnya 21 Februari lalu, LIMA mengungkap-kan, 30 persen responden justru tidak mengetahui sama sekali waktu pelaksanaan pemilu. Bahkan, ada beberapa respon-den dalam kelompok ini yang menyebut pelaksanaan pemilu adalah bulan Oktober 2009. Dari data ini, LIMA berani menyimpul-kan bahwa sosialisasi pemilu kepada pemilih telah gagal. LSM ini memprediksi tingkat partisi-pasi pemilih dalam pemilu mendatang akan sangat rendah.


Tidak ada Perubahan

Bisa jadi masyarakat telah jenuh dengan pemilu. Angka partisipasi pemilu ada kecende-rungan menurun. Ini bisa dilihat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada). Ada daerah yang angka golputnya mencapai 50 persen. Malah di beberapa provinsi dan kabupa-ten/kota, raihan suara para pemenang pilkada jauh di bawah angka jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Bisa jadi masyarakat telah apatis. Mereka sudah terlalu kenyang dibohongi dengan janji-janji. Pemilu yang sudah bergulir dua kali di era reformasi ternyata tak memberi pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Indikatornya bisa dilihat dari Human Development Index/HDI (Indeks Pembangunan Manu-sia/IPM) yaitu salah satu metode yang dipergunakan untuk meng-ukur kondisi pembangunan manusia sebuah negara. Pada tahun 2005, Indonesia menem-pati urutan 110 dari 177 negara, dengan indeks 0.697, turun dari posisi sebelumnya di urutan 102 dengan indeks 0.677 pada tahun 1999. Posisi ini cukup jauh diban-dingkan negara-negara tetang-ga, seperti Malaysia (urutan 61), Thailand (urutan 73), Filipina (urutan 84) dan Vietnam (urutan 108). Pada tahun 2006 meng-alami kemajuan dengan berada di urutan 108, mengalahkan Vietnam. Capaian tersebut berbeda dengan tetangga yang lain seperti Singapura (25), Brunei (34) dan Malaysia (61), yang masuk pada kategori negara dengan HDI level tinggi.

Tahun 2007, posisi Indo-nesia tak beranjak. Tetap pada urutan 108, tapi malah digeser Vietnam yang baru seumur jagung membangun. Dalam pe-nilaian ini pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita berada di posisi 113.

Sejak jatuhnya rezim Orde Baru, Indonesia sudah berganti presiden sebanyak empat kali dari partai yang berbeda-beda, bahkan yang terakhir didapat melalui pemilihan langsung. ”Tapi banyak pihak merasakan kehidupan rakyat Indonesia sekarang justru semakin mero-sot. Kemiskinan bertambah, korupsi makin meningkat, krimi-nalitas marak di mana-mana, eksploitasi sumberdaya alam oleh korporasi asing makin men-jadi-jadi. Mana perubahan ke arah lebih baik yang dijanjikan?” kata Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia M Ismail Yusanto.

Kinerja lembaga legislatif hasil pemilu era reformasi yang katanya diisi oleh partai-partai reformis, menurutnya, ternyata juga sangat memprihatinkan. Justru saat itulah lahir undang-undang seperti UU Migas, UU Sumber Daya Alam, UU Pena-naman Modal dan lainnya yang jelas-jelas sangat merugikan rak-yat. Belum lagi banyak anggota legislatif yang terbukti melaku-kan korupsi. ”Ini membuktikan partai-partai yang ada belum mampu melahirkan perubahan yang sesungguhnya,” jelasnya.

Menurut Ketua Program Studi Doktor Ilmu Sosial Univer-sitas Padjadjaran Bandung, Prof Djadja Saifullah, partai-partai dan calegnya berbicara perubahan di mana-mana tapi tidak disertai perubahan yang dimaksud. “Pe-rubahan apa?” tanyanya. Mereka tidak menjelaskan mengubah dari apa ke apa. Mereka juga tidak punya konsep yang jelas. Misal-nya di bidang ekonomi, politik, dan sebagainya.

Belum lagi, menurut Dosen UIN Bandung Ust Daud Rasyid, di tengah jalan partai-partai melakukan tindakan takalluf (memaksakan diri) dalam berpolitik. Mereka berambisi merebut kekuasaan dengan modal terbatas sehingga bekerja sama dengan pihak lain kendati berbeda visi dan misi. Ini, kata Daud, akan menggeser cara berpikir dan menilai. ”Yang tadinya sangat menjaga batas-batas halal-haram, sekarang sudah tidak mempersoalkan itu lagi. Sensitivitas terhadap halal dan haram terus melemah. Ini semua gara-gara melakukan tindakan takalluf dalam ber-politik,” tandasnya.

Partai-partai Islam yang sangat diharapkan oleh masyara-kat, belakangan justru menga-burkan identitasnya. Istilah se-orang pengamat bahwa jenis kelamin partai Islam tidak jelas, kian tampak dalam pergulatan politik menjelang pemilu 2009. Belum-belum mereka sudah bersiap-siap berkoalisi dengan partai-partai sekuler. Warna Islam akhirnya hanya sekadar baju tapi isinya tak ubahnya sama dengan partai sekuler lainnya. Bahkan sampai ada sekjen sebuah parpol Islam yang dengan nyata mengatakan bahwa era politik aliran di Indonesia dinilai sudah berakhir. Artinya, Islam atau tidak menjadi tidak penting lagi.

Kepada para wartawan dalam diskusi yang diadakan di DPR, Jumat (30/1), Wakil Sekjen PKS Zulkiflimansyah mengata-kan, bagi PKS tidak lagi penting bicara tentang negara Islam, syariat Islam. “Itu sudah agenda masa lalu lah. Umat Islam harus diajar modernisasi dan berkom-petisi. Nah, yang kami temukan di lapangan adalah konsituen PDI Perjuangan adalah hal yang harus kita cermati secara serius. Kalau PDI-P berkoalisi dengan PKS, ini ada agenda baru yang lebih besar, tidak ada lagi dikotomi Islam dan nasionalis. Ini menjadi koalisi yang paling kami perhatikan," jelasnya seperti dikutip kompas.com.


Terjebak Pragmatisme

Ismail Yusanto meman-dang, tantangan terbesar bagi parpol Islam saat ini adalah pragmatisme. Demi meraih kekuasaan, partai politik mana-pun, termasuk parpol Islam mudah sekali terjebak kepada pragmatisme, dan untuk itu tak segan meninggalkan prinsip-prinsip yang dibuatnya sendiri. ”Ketidakberanian menyuarakan Islam juga didorong oleh prag-matisme itu,” katanya.

Alasan yang sering dikemu-kakan oleh parpol Islam adalah bila tampak terlalu Islam khawatir dukungan akan berkurang. Selain pragmatisme, parpol Islam juga dijangkiti oleh sejenis ke-khawatiran duniawi. ”Takut kalah, walaupun faktanya memang kalah, takut tidak mendapatkan dukungan dan sebagainya. Padahal, bila benar-benar tampil Islami, tegas, berani dan konsisten, belum tentu dijauhi pemilih,” katanya lagi.

Malah mungkin partai seperti itu bakal mendapat dukungan besar karena inilah yang diidamkan oleh umat Islam. Pengalaman FIS di Aljazair membuktikan hal itu. Ketika kampanye, FIS hanya menggunakan tiga kalimat pendek. ”Aljazair sakit, obatnya Islam dan dokternya FIS'. FIS akhirnya meraup suara lebih dari 86 persen. Menurutnya, ini adalah kemenangan terbesar yang bisa diraih oleh sebuah partai dalam era politik modern.

Lebih dari itu, menurut Amir Jamaah Anshoru Tauhid, Ustad Abu Bakar Ba'asyir, proses yang dijalani partai-partai yang ada sekarang menyalahi sunnah nabi. Ia menjelaskan, Nabi ketika mengubah sistem jahiliyah tidak pernah terlibat di dalam sistem batil. “Karena kita akan terkena kotoran-kotoran mencampur-adukkan hak dan batil dan bisa terjerumus pada syirik demok-rasi. Syiriknya adalah mereka mencari pertolongan dan ridha rakyat, bukan pertolongan dan ridha Allah SWT. Di samping itu membuat UU harusnya satu-satunya sumber adalah Alquran, bukan dengan salah satu sum-bernya adalah Alquran atau dibuat berdasarkan suara ter-banyak,” kata Ustad Abu.

Ia pun yakin dengan jalan seperti ini perubahan tidak akan terjadi. “Tidak bisa, selama sistem yang diterapkan adalah sistem kufur (sistem demokrasi), maka tidak akan terjadi perubahan masyarakat apa pun. Ibarat aliran sungai, airnya keruh karena sumber mata airnya sudah keruh,” tegasnya.

Pengalaman demokrasi di berbagai negara pun sebenarnya telah menunjukkan bahwa demokrasi tidak akan pernah memberi kesempatan kepada Islam untuk menang dan melakukan perubahan dengan meruntuhkan demokrasi itu sendiri. FIS di Aljazair yang seharusnya menang, malah dihancurkan. Hamas di Palestina, yang seharusnya berkuasa, malah dijatuhkan. AKP di Turki pun tak bisa berbuat banyak.


Mengubah Sistem

Jika perubahan kepemimpinan telah berulang kali dilakukan dan ternyata gagal membawa kebaikan, maka jalan yang paling logis menuju peru-bahan sejati adalah mengubah sistemnya. Ustad Abu menya-takan, biang kerok kerusakan kehidupan ini adalah sistem kufur (demokrasi) yang diterap-kan saat ini. Karenanya, menu-rutnya, jika ingin airnya jernih sampai ke hilir maka sumbernya yaitu sistem kufurnya harus dirombak menjadi sistem Islam.

Mengubah masyarakat dalam sistem kufur menjadi masyarakat dalam sistem Islam yang dilakukan oleh Rasul, menurutnya, hanya dengan dakwah dan jihad. Dakwah harus digencarkan untuk menyampai-kan yang hak dan mengkritisi yang batil agar masyarakat paham (tercerahkan dengan Islam). “Jangan ditutup-tutupi,” tandasnya.

Dalam kaitan ini, Ismail menjelaskan, partai politik (Islam) harus semata-mata dijadikan wasilah atau sarana untuk mencapai tujuan politik Islam, yakni terwujudnya kehidupan Islam di mana di dalamnya diterapkan syariah Islam. “Bukan semata-semata untuk meraih kekuasaan,” jelasnya.

Menurutnya, partai politik itu harus benar-benar digerakkan ke arah sana, mulai dari pene-tapan asas, konsep-konsep atau pemikiran yang diadopsi, perila-ku kesehariannya, materi kam-panye dan kesungguhannya dalam mewujudkan semuanya tadi di medan juang. Jika semuanya itu dilakukan, menun-jukkan bahwa partai ini memang benar-benar secara terbuka ber-juang bagi tegaknya kehidupan Islam.

Karena itu, partai politik Islam seharusnya menyatakan bahwa pertama, visi dan misinya adalah untuk mengubah sistem sekuler menjadi sistem Islam dan mewujudkan kehi-dupan Islam; Kedua, tidak men-jadikan pemilu sebagai satu-satunya jalan untuk menegakkan syariat Islam, sedemikian sehing-ga seolah-olah hidup matinya parpol Islam tergantung pada pemilu.

Tak kalah pentingya, lanjut Ismail, parpol Islam harus sungguh-sungguh melaksana-kan semua fungsi parpol, terutama fungsi edukasi agar secepatnya terwujud kesadaran politik Islam di tengah-tengah masyarakat. Juga, wajib melaku-kan kritik terhadap penguasa atas kebijakan dzalim yang tidak sesuai dengan syariah, serta mengungkap makar jahat negara asing di negeri ini dan negara dunia Islam yang lain. “Hanya melalui cara ini, kita bisa memiliki kekuatan untuk mewujudkan perubahan mendasar tadi,” jelasnya.

Di sisi masyarakat, lanjut Ismail, masyarakat harus disadar-kan untuk meninggalkan sistem sekuler ini. Maka, pemilu sebagai cara untuk mendapatkan du-kungan dari rakyat harus tidak boleh digunakan untuk melang-gengkan sistem sekuler, karena hal itu bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Maka harus diingatkan pula, lanjutnya, bahwa perbaikan menyeluruh tidak akan pernah terjadi kecuali melalui perubahan sistem dari tatanan yang sekuleristik menuju tatanan yang Islami. Karena itu, meski nanti bakal terpilih tokoh Muslim yang Islami sebagai penguasa, umat tidak boleh berhenti berjuang, karena yang harus diperjuangkan pula peru-bahan sistem dari sistem yang sekuleristik sekarang ini menuju sistem Islam.[] www.mediaumat.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar